Banyak Warga Pacitan Menyesal Jual Tanahnya ke Warga Asing
Pariwisata, Pemerintahan, Utama 11.01
Belasan resort, cottage, bungalow dan penginapan menghiasi sepanjang pantai Watukarung Pacitan. Bangunan-bangunan itu umumnya berarsitektur Jawa. Atap limas menjadi ciri paling mencolok.
Namun siapa sangka, resor-resor itu ternyata semuanya milik warga asing. Penginapan milik warga asing muncul satu persatu sejak 2010 lalu. Hanya dalam waktu tiga tahun, pantai dan tanah-tanah di sekitarnya sekarang ini dikuasai warga asing.
Masuknya pemodal asing itu ternyata membawa keuntungan bagi warga. Tanah-tanah gersang milik mereka yang dulu tak punya harga, tiba-tiba menjadi rebutan. Empat tahun lalu, tanah itu hanya berkisar Rp 30.000 per meter persegi. Itupun untuk menjualnya butuh waktu panjang. Namun sekarang harga tanah itu sudah tembus Rp 1 juta per meter persegi.
Tingginya harga membuat warga tergiur dan ramai-ramai melepas tanahnya. Praktis tinggal beberapa petak yang tersisa. Di antaranya milik keluarga Mbak Ipat dan keluarga Winarto.
Keluarga Ipat mempertahankan sepetak tanah pemberian negara di tepi pantai itu untuk membuka warung. Keluarga ini tidak mau menjual satu-satunya petak tanah miliknya itu. “Sudah banyak bule yang menawar. Tapi saya tidak akan menjualnya. Kalau tanahnya saya jual saya tinggal di mana,” ujarnya.
Dengan berjualan es kelapa muda dan makanan lainnya, Mbak Iput mengaku mendapatkan penghasilan yang lumayan. Terlebih setelah Pantai Watukarung banyak didatangi turis asing yang main selancar.
Hal yang sama dilakukan keluarga Winarto, Bedanya keluarga mempersilakan para bule untuk menyewa saja. Itupun dengan catatan, bangunan yang berdiri di atasnya tidak permanen. Harapannya, tanah itu bisa tetap diwariskan ke anak cucunya kelak.
Namun keinginan menyewakan itu belum kesampaian. Para warga asing menolak pola itu. Mereka mau membeli dan memilikinya. Winarto sudah tidak bisa menghitung berapa kali, keluarganya didatangi warga asing ataupun suruhannya untuk merayu dengan harga tinggi. “Tapi kami tetap tidak menjualnya. Sekarang ini warga yang telah menjual tanahnya, banyak yang menyesal. Tapi sudah telanjur tanahnya dijual,” ujarnya.
Namun siapa sangka, resor-resor itu ternyata semuanya milik warga asing. Penginapan milik warga asing muncul satu persatu sejak 2010 lalu. Hanya dalam waktu tiga tahun, pantai dan tanah-tanah di sekitarnya sekarang ini dikuasai warga asing.
Masuknya pemodal asing itu ternyata membawa keuntungan bagi warga. Tanah-tanah gersang milik mereka yang dulu tak punya harga, tiba-tiba menjadi rebutan. Empat tahun lalu, tanah itu hanya berkisar Rp 30.000 per meter persegi. Itupun untuk menjualnya butuh waktu panjang. Namun sekarang harga tanah itu sudah tembus Rp 1 juta per meter persegi.
Tingginya harga membuat warga tergiur dan ramai-ramai melepas tanahnya. Praktis tinggal beberapa petak yang tersisa. Di antaranya milik keluarga Mbak Ipat dan keluarga Winarto.
Keluarga Ipat mempertahankan sepetak tanah pemberian negara di tepi pantai itu untuk membuka warung. Keluarga ini tidak mau menjual satu-satunya petak tanah miliknya itu. “Sudah banyak bule yang menawar. Tapi saya tidak akan menjualnya. Kalau tanahnya saya jual saya tinggal di mana,” ujarnya.
Dengan berjualan es kelapa muda dan makanan lainnya, Mbak Iput mengaku mendapatkan penghasilan yang lumayan. Terlebih setelah Pantai Watukarung banyak didatangi turis asing yang main selancar.
Hal yang sama dilakukan keluarga Winarto, Bedanya keluarga mempersilakan para bule untuk menyewa saja. Itupun dengan catatan, bangunan yang berdiri di atasnya tidak permanen. Harapannya, tanah itu bisa tetap diwariskan ke anak cucunya kelak.
Namun keinginan menyewakan itu belum kesampaian. Para warga asing menolak pola itu. Mereka mau membeli dan memilikinya. Winarto sudah tidak bisa menghitung berapa kali, keluarganya didatangi warga asing ataupun suruhannya untuk merayu dengan harga tinggi. “Tapi kami tetap tidak menjualnya. Sekarang ini warga yang telah menjual tanahnya, banyak yang menyesal. Tapi sudah telanjur tanahnya dijual,” ujarnya.
Sumber : http://www.tribunnews.com
JADILAH ORANG PERTAMA YANG MENGOMENTARI :
Dikirim oleh Unknown
pada 11.01.
dan Dikategorikan pada
Pariwisata,
Pemerintahan,
Utama
.
Kamu dapat meninggalkan komentar atau pesan terkait berita / artikel diatas